Kunjungi 10 Lokasi Spiritual Ikonik di Indonesia Timur Ini

Kunjungi 10 Lokasi Spiritual Ikonik di Indonesia Timur Ini

Jakarta – Menjelang Hari Raya Idul Fitri, masyarakat Indonesia biasanya mencari tempat wisata sebagai tempat berkumpul dan bergembira bersama keluarga. Seperti di berbagai tempat, Indonesia bagian timur juga memiliki banyak tempat wisata religi ikonik yang wajib dikunjungi.

Salah satunya adalah objek wisata religi yang dapat bermanfaat bagi kesehatan mental dan spiritual. Berikut ini sepuluh objek wisata religi di Indonesia Timur:

1. 99 Dome Mosque Makassar

Masjid ini terletak di kawasan Center Point of Indonesia (CPI) Makassar, tepatnya di Jalan Penghibur No. 289, Losari, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar. Nama “99 Kubah” berasal dari desain arsitekturnya yang memiliki 99 kubah, yang terinspirasi dari Asmaul Husna, yakni nama-nama Allah. Selain itu, Masjid 99 Kubah juga masuk dalam daftar 10 masjid terunik di Indonesia dan merupakan yang terbesar di Sulawesi.

Menurut beberapa sumber, pembangunan Masjid 99 Kubah Makassar menelan biaya sekitar 185 miliar rupiah dan memakan waktu yang cukup lama hingga selesai. Tak banyak yang meragukan bahwa desain masjid ini merupakan hasil karya Ridwan Kamil yang merupakan mantan Gubernur Jawa Barat. Konsep arsitekturnya kemudian digarap bersama arsitek lokal bernama Musrif.

2. Gantarang Old Mosque in the Selayar Islands

Berdasarkan berbagai literatur, Masjid Tua Gantarang Lalang Bata diakui sebagai masjid tertua di Provinsi Sulawesi Selatan. Usianya bahkan disebut-sebut lebih tua dari Masjid Tua Katangka di Sungguminasa, Kabupaten Gowa. Status masjid ini sebagai yang tertua di Sulawesi Selatan didasarkan pada rekomendasi Forum Seminar bertajuk Sejarah Penyebaran Ajaran Islam dan Syariat di Semenanjung Provinsi Sulawesi Selatan, yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kabupaten Selayar ke-406 pada bulan November 2011.

Masjid bersejarah ini terletak di Dusun Gantarang Lalang Bata, sekitar 12 km dari Kota Benteng. Dibangun pada abad ke-16, masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Pangali Patta Raja, raja pertama yang memeluk agama Islam.

Keberadaannya menjadi saksi sejarah penyebaran ajaran Islam di Sulawesi Selatan yang dibawa oleh Datu Ribandang, tokoh pertama yang menyebarkan syariat Islam di wilayah tersebut. Berdasarkan catatan sejarah tersebut, Kabupaten Kepulauan Selayar dianggap sebagai daerah pertama di Sulawesi Selatan yang menerima ajaran Islam, bahkan sebelum agama Islam dianut oleh masyarakat Kabupaten Gowa.

3. Old Katangka Mosque in Gowa

Masjid Tua Katangka merupakan salah satu masjid tertua di Sulawesi Selatan yang didirikan pada tahun 1603 M oleh Raja Gowa ke-14, I Mangngarangi Daeng Manrabbia. Masjid ini terletak di Desa Katangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, dan hingga kini masih berdiri kokoh sebagai bukti sejarah perkembangan Islam di wilayah tersebut.

Berdirinya Masjid Tua Katangka berawal dari datangnya para pedagang dari Timur Tengah yang tidak hanya berdagang, tetapi juga berusaha menyebarkan ajaran Islam. Meski awalnya ditolak oleh kerajaan, mereka tetap melaksanakan salat Jumat di bawah pohon besar yang dikenal dengan nama Pohon Katangka. Pohon inilah yang kemudian menjadi inspirasi pembangunan masjid ini.

Masjid Tua Katangka memiliki keunikan tersendiri dengan perpaduan arsitektur dari berbagai budaya. Meski desain bangunannya tidak terlalu mencerminkan budaya setempat, ornamen pada pintu utama dan mimbar memadukan unsur Arab dan Makassar. Mimbar masjid yang menyerupai atap kelenteng ini dihiasi dengan keramik khas Tiongkok dan ukiran khas Makassar menggunakan huruf Arab, mencerminkan pengaruh budaya Tiongkok, Arab, dan Makassar dalam satu kesatuan yang harmonis.

4. Masjid Agung Syekh Yusuf di Gowa

Masjid Agung Syekh Yusuf yang terletak di Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, didirikan pada tahun 1679 atas prakarsa Sultan Daeng Mananjapa Daeng Bonto Karaeng Laki Jawi, Raja Gowa ke-19. Masjid ini merupakan simbol kejayaan Kesultanan Gowa sekaligus pusat penyebaran agama Islam di Sulawesi Selatan. Nama masjid ini diambil dari nama Syekh Yusuf Tuanta Salamaka, seorang ulama besar yang berperan penting dalam sejarah penyebaran agama Islam di daerah tersebut.

Dengan letaknya yang strategis di depan Kantor DPRD Gowa dan dekat dengan pusat Kota Makassar, masjid ini dapat dicapai dengan mudah sekitar 15-30 menit dengan kendaraan bermotor, sehingga menjadi salah satu destinasi wisata yang menarik bagi para wisatawan.

5. Patung Yesus Memberkati di Tana Toraja

Patung Yesus Memberkati di Tana Toraja merupakan patung Yesus tertinggi di dunia dengan tinggi mencapai 45 meter. Patung ini berdiri megah di puncak Gunung Buntu Burake pada ketinggian 1.700 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan langsung menghadap Kota Makale. Dari tempat ini, pengunjung dapat menikmati panorama Kota Makale dan hamparan bukit hijau yang menyejukkan mata.

6. Hubbul Wathan Grand Mosque in Mataram

Sejak diresmikan pada tahun 2013, Islamic Center (IC) telah menjadi pusat ibadah dan tujuan wisata religi terbesar di Nusa Tenggara Barat.

Berdiri di atas lahan seluas 7,76 hektar, bangunan ini memiliki 4 lantai dan 5 menara, salah satunya setinggi 99 meter. Menara tertinggi ini melambangkan 99 nama Allah atau Asma’ul Husna.

Salah satu keunikan Islamic Center ini adalah kubah utamanya yang dihiasi motif Batik khas Sasambo (Sasak-Samawa-Mbojo), mencerminkan keberagaman budaya NTB yang terdiri dari tiga suku utama, yaitu Suku Sasak di Lombok, serta Suku Samawa dan Mbojo di Sumbawa.

7. Makam Loang Baloq di Lombok

Makam Loang Baloq berasal dari bahasa Sasak Lombok yang berarti “Lubang Buaya”. Nama ini merujuk pada keberadaan pohon beringin di daerah tersebut yang berlubang, yang menurut cerita, dulunya merupakan tempat tinggal seekor buaya yang diyakini telah berusia ratusan tahun.

Kompleks Makam Loang Baloq merupakan area pemakaman yang menampung puluhan jenazah. Namun, ada tiga makam yang dianggap istimewa, yakni makam ulama Maulana Syekh Gaus Abdurrazak, Makam Anak Yatim, dan Makam Datuk Laut.

Syekh Gaus Abdurrazak adalah seorang ulama dan pendakwah Islam dari Baghdad, Irak. Beliau mengawali dakwahnya di Palembang sebelum akhirnya singgah di Lombok sekitar 18 abad yang lalu. Setelah menyebarkan Islam di Palembang, beliau melanjutkan perjalanannya dan tiba di pesisir Pantai Ampenan, di sana beliau menyampaikan ajaran dasar Islam kepada masyarakat setempat.

8. Masjid Kuno Bayan Beleq di Lombok Utara

Masjid Bayan Beleq diperkirakan telah berdiri sekitar 500 tahun, namun tidak ada catatan pasti tentang siapa yang membangunnya. Menurut salah satu versi, masjid ini didirikan oleh Syekh Gaus Abdul Razak, seorang penyebar Islam di Bayan, pada abad ke-16.

Meski disebut masjid, fungsi Masjid Bayan Beleq berbeda dengan masjid pada umumnya. Tempat ini hanya digunakan untuk perayaan keagamaan besar seperti Idul Fitri, Idul Adha, Maulid Nabi, Tahun Baru Islam, dan berbagai acara keagamaan lainnya.

9. Ternate Sultanate Mosque in North Maluku

Masjid Sultan Ternate terletak di Jalan Sultan Khairun, Kelurahan Soa Sio, Kecamatan Ternate Utara, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara. Masjid ini menjadi bukti keberadaan Kesultanan Islam pertama di wilayah timur nusantara.

Masjid Sultan Ternate dibangun di dekat Istana Sultan Ternate, sekitar 100 meter di tenggara istana. Lokasi ini mencerminkan peran penting masjid dalam kehidupan beragama di Kesultanan Ternate, di mana berbagai tradisi dan ritual keagamaan kesultanan selalu berpusat di masjid ini.

Masjid ini dibangun menggunakan struktur batu dengan perekat yang terbuat dari campuran kulit pohon kalumpang. Dari segi arsitektur, destinasi wisata religi ini berbentuk persegi panjang dengan atap bersusun menyerupai limas. Setiap tingkat atap dihiasi dengan teralis berukir, yang memperlihatkan gaya khas masjid-masjid awal di nusantara. Gaya arsitektur ini mirip dengan masjid-masjid pertama di Jawa, yang tidak menggunakan kubah, melainkan atap limas bersusun.

10. Gereja Soya Tua

Sejarah awal pembangunan gedung gereja di Negeri Soya tidak diketahui secara pasti. Namun, proses penginjilan di daerah tersebut terus berkembang hingga tahun 1876, ketika Raja Soya, Stephanus Jacob Rehatta, bersama dengan guru jemaat TJ Sopacua memimpin masyarakat untuk memperluas gereja Soya menjadi bangunan semi permanen yang digunakan hingga tahun 1927.

Seiring dengan bertambahnya jumlah jemaat yang tidak lagi tertampung di gereja lama, pada tahun 1927, di bawah pemerintahan Raja Leonard Lodwijk Rehatta dan Penatua Ds. M. Haulussy, dibangunlah sebuah gereja permanen di Negeri Soya. Proyek pembangunan gereja ini dipimpin oleh kepala pembangun, Penatua Ezer Soplanit. Pembangunan gereja ini mengadopsi desain gereja lama di Kota Ambon yang dibangun pada tahun 1781 pada masa pemerintahan Gubernur Bernadus Van Pleuren.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *